Kala Umat Islam Menjadi Kompas Dunia

Ilmu geografi dalam peradaban Islam mengalami perkembangan pesat, terutama sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah pada abad ke-9 Masehi. Kemajuan ini merupakan bagian dari gerakan besar ilmu pengetahuan yang dikenal sebagai periode "research Islam", ditandai dengan pendirian Baitul Hikmah di Baghdad sebagai pusat penerjemahan dan kajian ilmiah. 

Di sanalah dimulai penyusunan peta ilmiah berdasarkan observasi dan hasil terjemahan karya-karya klasik. Salah satu karya besar yang banyak memengaruhi perkembangan geografi adalah Geographia karya Claudius Ptolemaeus (Ptolemy). 

Buku ini diterjemahkan oleh Al-Hajjaj Ibn Matar dan disempurnakan oleh Tsabit Ibn Qurra. Terjemahan ini menekankan pada aspek astronomi dan menjadi referensi utama para ilmuwan Muslim.

Di antara tokoh-tokoh penting yang berkontribusi pada perkembangan geografi Islam pada abad ke-9 M adalah Al-Khawarizmi, yang menerjemahkan Geographia dan menulis ulang dalam bentuk Surah Al-Ardh (Deskripsi tentang Bumi). 

Al-Kindi menulis tentang daerah-daerah berpenghuni, sementara Al-Qubi menulis mengenai negeri-negeri. Ahmad Al-Sarakhsi dan Ibn Khurdadbih menyusun karya tentang rute perjalanan dan kerajaan-kerajaan, lengkap dengan deskripsi alam dan penduduknya.

Menjelang abad ke-10 M, muncul pemikir seperti Sulaiman Al-Mahri yang menulis tentang Samudera Hindia dan Kepulauan Melayu. Ibn Rusta menyatakan bahwa bumi berbentuk bulat dan padat, pandangan ini juga ditegaskan oleh Ibn Khurdadbih yang menggambarkan bumi seperti bola di tengah ruang semesta.

Pada abad ke-10 M, Abu Zaid Al-Balkhi menciptakan atlas pertama di dunia Islam yang menggambarkan kawasan-kawasan tertentu. Karya ini kemudian disempurnakan oleh Al-Maqdisi dalam bukunya Ahsan al-Taqasim (Pembagian Terbaik). 

Abul Hasan Al-Mas’udi juga memberikan sumbangsih melalui karyanya Muruj al-Dzahab (Padang Rumput Emas) yang membahas negeri-negeri kaya akan hasil bumi dan permata.

Masuk ke abad ke-11, Al-Bakri menulis Kitab al-Masalik wa al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan) serta Kamus Geografi, menjadi pionir kajian geografi wilayah secara rinci. Sementara itu, Al-Biruni mengembangkan metode baru dalam pengukuran garis lintang dan bujur serta membuat garis demarkasi berdasarkan observasi astronomi.

Abad ke-12 ditandai dengan kiprah Abu Abdallah Al-Idrisi yang membuat model bola dunia sebagai dasar proyeksi rectangular, sekaligus menyempurnakan teori pembagian iklim dari tradisi Yunani Klasik. Al-Idrisi dikenal karena membuat salah satu peta dunia paling akurat pada masanya.

Pada abad ke-13, Ibn Said menulis tentang ukuran panjang dan lebar bumi, sedangkan Yaqut Al-Hamawi menyusun Mu’jam al-Buldan (Kamus Geografi) berdasarkan catatan perjalanannya ke berbagai wilayah dunia Islam.

Perkembangan geografi Islam mencapai babak baru pada abad ke-14 dengan munculnya tokoh-tokoh besar seperti Syamsuddin Al-Dimasyqi yang menggabungkan ilmu geografi dengan kosmografi dan sejarah alam. 

Ibn Battuta menjadi penjelajah besar yang mencatat informasi geografis dan sosial dari berbagai negeri yang ia kunjungi. Sementara itu, Ibn Khaldun memperkenalkan pendekatan sosiologis dalam geografi dan sejarah, termasuk teori siklus peradaban yang menggambarkan bangkit dan runtuhnya suatu peradaban.

Dengan berbagai pencapaian ini, peradaban Islam telah memberi sumbangsih besar terhadap perkembangan ilmu geografi dunia, baik dalam bentuk peta, teori, hingga metode ilmiah yang digunakan hingga masa modern.

Sahabat Akhbar Adam Bakhtiar 

Kader PMII Rayon Saintek Komisariat Mahbub Djunaidi (Universitas Indonesia) Cabang Ciputat

Editor: Lia Lutfiani 

Posting Komentar

0 Komentar