Mubadalah Sebagai Jalan Menuju Keadilan Gender dalam Islam

Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa itu konsep mubadalah. Secara etimologis, mubadalah berasal dari bahasa Arab, dari akar kata “ب-د-Ù„” yang bermakna mengganti, mengubah, atau menukar. 

Kata mubadalah sendiri merupakan bentuk mufa’alah, yang menunjukkan adanya kesalingan atau interaksi dua pihak (musyarakah), sehingga mengandung arti saling mengganti, saling mengubah, atau saling menukar satu sama lain.

Dalam buku Qira’ah Mubadalah, istilah ini dikembangkan sebagai sebuah pendekatan atau cara pandang dalam memahami relasi antara dua pihak, khususnya dalam konteks hubungan laki-laki dan perempuan yang menekankan nilai kemitraan, kerja sama, dan kesetaraan.

Pendekatan Qira’ah Mubadalah dan Relasi Ideal Laki-Laki dan Perempuan

Pendekatan Qira’ah Mubadalah menawarkan cara baru dalam memahami teks-teks Islam, baik Alquran maupun hadis dengan semangat tauhid yang menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai subjek yang setara dalam kehidupan. 

Perspektif ini juga membantu menggeser cara pandang yang kerap bersifat dikotomis dan negatif terhadap perbedaan, yang kemudian menjadi pandangan yang lebih sinergis dan positif. Dengan demikian, hubungan antarmanusia yang sebelumnya timpang bisa menjadi lebih adil dan seimbang.

Dalam pandangan mubadalah, kehidupan ini adalah milik bersama antara laki-laki dan perempuan. Jika perempuan diciptakan untuk laki-laki, maka sebaliknya laki-laki juga untuk perempuan. Segala bentuk institusi sosial pun harus memperhatikan kemaslahatan perempuan, sebagaimana selama ini lebih banyak diarahkan untuk laki-laki. 

Karena perempuan adalah manusia, sama seperti laki-laki. Relasi yang ideal menurut mubadalah adalah kerja sama dan saling menghargai, bukan dominasi atau diskriminasi yang bisa berujung pada kekerasan. 

Tidak boleh ada pihak yang menguasai satu sama lain, baik laki-laki terhadap perempuan, maupun sebaliknya. Keduanya seharusnya berjalan beriringan untuk menciptakan kehidupan yang adil dan sejahtera.

Gender dan Tolak Ukur Kemuliaan dalam Islam

Mengenai permasalahan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan, hanyalah bagian dari aspek fisik dan tidak menjadi tolak ukur keimanan seseorang. Seorang laki-laki tidak menjadi lebih mulia hanya karena jenis kelaminnya, demikian pula perempuan tidak menjadi kurang mulia karena alat kelaminnya. 

Keduanya adalah manusia seutuhnya yang akan dinilai berdasarkan amal perbuatannya, bukan dari rupa fisiknya. Prinsip ini ditegaskan dalam sabda Nabi Muhammad saw., dan juga tercermin dalam Alquran:

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)

Demikianlah Alquran dan hadis sama-sama menegaskan bahwa jenis kelamin bukanlah tolak ukur kemuliaan. Kemuliaan sejatinya hanya bisa dicapai melalui ketakwaan, yakni melalui amal dan kiprah seseorang.

Relevansi Membaca Qira’ah Mubadalah

Membaca buku Qira'ah Mubadalah menjadi relevan di tengah kebutuhan akan perspektif keislaman yang lebih adil dan setara dalam memandang relasi laki-laki dengan perempuan. 

Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dijadikan bahan bacaan dan referensi, khususnya bagi para akademisi, aktivis, maupun masyarakat umum yang ingin memahami isu gender dalam Islam secara lebih mendalam, kontekstual, dan berpihak pada keadilan.

Referensi

Qiroah Mubadalah : Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam Karya Faqihuddin Abdul Kodir

Sahabati Anandhia Claudy Thasya

Kader PMII Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum Cabang Ciputat 

Editor: Sahabati

Posting Komentar

0 Komentar