Jejak Politik Tiga Purnawirawan Jenderal Indonesia Part 3: Jend. TNI (Purn.) H. Prabowo Subianto

Prabowo Subianto telah lama menjadi figur penting dalam sejarah militer dan politik Indonesia. Lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951, Prabowo merupakan anak dari Soemitro Djojohadikusumo, seorang ekonom dan politisi berpengaruh yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Industri, serta Menteri Riset di masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto. 

Latar belakang keluarganya yang berakar kuat dalam dunia politik dan ekonomi memberikan pengaruh besar terhadap cara pandang dan arah hidup Prabowo. Masa kecil dan remajanya banyak dihabiskan di luar negeri, termasuk menempuh pendidikan di The American School in London dari tahun 1964 hingga 1967. 

Meskipun hidup dalam lingkungan global, Prabowo tetap memiliki ikatan kuat dengan tanah air. Ketika kembali ke Indonesia, ia memilih jalur militer dengan bergabung ke Akademi Militer Magelang dan lulus pada tahun 1974. Keputusannya ini menjadi titik awal dari perjalanan panjang yang membentuk karakter serta reputasinya di panggung nasional.

Gemilang dan Kontroversi di Dunia Militer

Karier militernya mencuat dengan cepat. Ia bergabung dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI-AD yang dikenal memiliki peran strategis dalam operasi-operasi militer penting Indonesia. Prabowo terlibat dalam sejumlah operasi militer di wilayah-wilayah bergolak seperti Timor Timur, Aceh, dan Papua. 

Dalam berbagai kesempatan, ia menunjukkan keberanian dan keahlian tempur yang membuatnya mendapat tempat istimewa dalam tubuh militer. Tahun 1996 menjadi tonggak penting ketika ia diangkat menjadi Komandan Jenderal Kopassus. Di bawah kepemimpinannya, Kopassus mengalami peningkatan kapasitas operasional yang signifikan. 

Namun, masa pengabdiannya tidak lepas dari kontroversi. Prabowo disebut-sebut terlibat dalam sejumlah pelanggaran HAM, terutama dalam operasi-operasi militer yang dilakukan menjelang dan pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Tuduhan keterlibatannya dalam penculikan aktivis reformasi menjadi salah satu catatan hitam dalam karier militernya. 

Pada tahun 1998, setelah pergantian kepemimpinan nasional, Prabowo diberhentikan dari dinas militer. Keputusan ini menjadi akhir dari satu babak dan awal dari babak baru yang tak kalah dramatis: dunia politik.

Meniti Jalan Politik dan Bisnis

Pasca-militer, Prabowo mengalihkan perhatiannya ke dunia bisnis. Ia terlibat dalam sektor pertambangan dan agribisnis serta menjadi salah satu pengusaha berpengaruh di Indonesia. Kesuksesannya di bidang ini memberinya sumber daya yang kuat untuk membangun fondasi politik. 

Langkahnya di dunia politik dimulai dengan bergabung ke Partai Golkar, namun kemudian ia memutuskan mendirikan partainya sendiri, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), pada tahun 2008. Gerindra tumbuh dengan cepat dan menjadi salah satu partai besar di Indonesia. 

Pada pemilu 2009, Prabowo mencalonkan diri sebagai wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri, namun pasangan ini kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Ambisi Prabowo untuk menjadi presiden tidak surut. Ia kembali maju sebagai capres pada 2014 dan 2019, dua kali berhadapan dengan Joko Widodo, namun tetap belum berhasil meraih kemenangan.

Rekonsiliasi dan Strategi Politik Baru

Kegagalannya tidak membuatnya keluar dari panggung nasional. Justru sebaliknya, ia menunjukkan fleksibilitas politik yang luar biasa dengan menerima tawaran Presiden Joko Widodo untuk bergabung dalam kabinet sebagai Menteri Pertahanan. 

Banyak yang menganggap langkah ini sebagai bentuk rekonsiliasi politik sekaligus strategi cerdas untuk mempertahankan eksistensi. Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo fokus pada penguatan sumber daya manusia pertahanan, modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista), serta peningkatan kerja sama militer internasional. 

Ia aktif membangun relasi dengan negara-negara besar, dan mempromosikan visi pertahanan yang kuat serta mandiri. Dalam berbagai pidatonya, Prabowo menekankan pentingnya ketahanan pangan dan kemandirian ekonomi sebagai bagian dari pertahanan nasional. Ia mulai menampilkan diri sebagai pemimpin yang tidak hanya tegas dan nasionalis, tetapi juga strategis dan berwawasan global. 

Transformasi citra ini tampaknya berhasil, terutama di mata generasi muda dan pemilih rasional. Puncak dari perjuangannya tercapai pada Pemilu 2024. Bersama Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, Prabowo meraih kemenangan dan terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8. 

Kemenangan ini tidak hanya simbol keberhasilan politik pribadi, tetapi juga penanda dari perjalanan panjang seorang mantan jenderal yang berhasil merebut simpati publik dalam sistem demokrasi elektoral.

Analisis Kebijakan Prabowo Subianto

Sebagai Menteri Pertahanan (2019–2024), Prabowo Subianto menampilkan pendekatan strategis yang berfokus pada modernisasi pertahanan dan penguatan kemandirian nasional. Ia mendorong peningkatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) melalui pembelian serta kerja sama transfer teknologi, seperti dengan Prancis dan Korea Selatan. 

Prioritas lain adalah pengembangan SDM pertahanan dan pembangunan kekuatan cadangan militer yang dianggap sebagai bentuk pertahanan semesta. Namun, sebagian pengamat menilai pendekatan Prabowo masih terpusat pada kekuatan militer konvensional, belum banyak menyentuh isu pertahanan non-tradisional seperti siber dan iklim. 

Dalam narasi kampanyenya menuju Pilpres 2024, ia mulai menyoroti ketahanan pangan dan energi sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional, mengisyaratkan perluasan fokus kebijakan. Jika konsisten membawa visi ini ke kursi kepresidenan, arah kebijakan Prabowo diprediksi akan menekankan pada pembangunan kekuatan nasional berbasis kemandirian: militer yang kuat, pangan yang cukup, dan ekonomi yang berdaulat. 

Referensi

Pransiskus Albet. Biografi Presiden ke-8 Indonesia Prabowo Subianto. Radio Republik Indonesia. Published October 20, 2024. Accessed May 13, 2025. https://www.rri.co.id/nasional/1064968/biografi-presiden-ke-8-indonesia-prabowo-subianto

Sahabat M. Dhafin Evan Setiawan

Ketua Umum PMII Rayon FISIP (Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), FIA (Fak. Ilmu Administrasi), dan Fak. Psikologi Komisariat Mahbub Djunaidi (Universitas Indonesia) Cabang Kota Depok

Editor: Sahabati Fauziah Nur Hasanah

Posting Komentar

0 Komentar