Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lahir di Pacitan, Jawa Timur, pada 9 September 1949. Dibesarkan dalam keluarga militer dan religius, nilai disiplin dan integritas menjadi fondasi karakternya sejak dini.
Lulusan terbaik Akademi Militer 1973 ini meniti karier sebagai perwira yang dikenal intelektual dan moderat, dengan pengalaman pendidikan luar negeri yang memperluas perspektifnya. Di antara deretan purnawirawan militer siapa yang tidak mengenal sosok Susilo Bambang Yudhoyono beliau atau yang lebih akrab disapa SBY menempati posisi istimewa.
Ia bukan hanya tokoh militer yang berhasil menyeberangi dunia politik, beliau pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke 6 selama dua periode penuh. Perjalanan SBY mencerminkan bagaimana seorang prajurit dapat bertransformasi menjadi negarawan, dengan membawa serta disiplin militer yang dikawinkan dengan diplomasi politik,
Transisi ke Politik: Analisis Langkah Politik dan Kebijakan Strategis SBY
Transisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari dunia militer ke panggung politik Indonesia adalah perjalanan yang bukan sekadar perubahan jalur karier, tetapi lebih merupakan langkah cermat yang mencerminkan kesadaran politik dan strategi jangka panjang untuk membentuk arah kepemimpinan Indonesia pasca-Orde Baru.
Keputusan SBY untuk terjun ke dunia politik tidak hanya melibatkan perpindahan profesi, tetapi juga sebuah misi besar untuk memberikan wajah baru pada politik Indonesia yang sedang dalam masa transisi menuju demokrasi yang lebih matang dan stabil.
Dari Militer ke Politik: Langkah Awal yang Tepat
Perjalanan politik SBY dimulai dengan posisinya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dalam peran ini, SBY dikenal sebagai sosok yang berhati-hati, tidak mudah terlibat dalam konfrontasi langsung dan berusaha menjaga stabilitas politik yang rawan.
Pendekatannya yang lebih mengedepankan dialog dan penyelesaian masalah melalui saluran diplomasi memperkuat citra dirinya sebagai figur yang lebih moderat dan mampu menjaga keseimbangan dalam situasi politik yang penuh ketegangan pasca-Reformasi.
Pendirian Partai Demokrat: Menciptakan Basis Politik Baru
Langkah krusial dalam perjalanan politik SBY terjadi pada tahun 2001 ketika ia mendirikan Partai Demokrat. Pendirian partai ini bukan sekadar untuk membangun kendaraan politik pribadi, melainkan juga sebagai manifestasi dari visi politiknya untuk Indonesia yang lebih demokratis, terbuka, dan jauh dari dominasi kekuatan politik lama.
Dalam visinya, Partai Demokrat berusaha membawa warna baru yang berbeda, dengan menekankan nilai-nilai pluralisme, profesionalisme, dan demokrasi yang inklusif. Kebijakan partai ini sangat berbeda dengan karakteristik politik Indonesia sebelumnya yang kental dengan kultur patronase dan otoritarianisme.
SBY menggunakan media sebagai saluran utama untuk membangun citra dirinya—sebagai pemimpin yang bijaksana, moderat, dan mampu berempati terhadap rakyatnya. Ini menciptakan kesan bahwa ia adalah sosok pemimpin yang rasional dan jauh dari gaya politik konfrontatif yang banyak terlihat pada era Reformasi awal.
Menjadi Presiden: Menyusun Kebijakan Strategis untuk Indonesia
Pada Pemilu 2004, SBY memenangkan kursi presiden dengan dukungan rakyat yang sangat besar. Saat menjabat, SBY mengadopsi pendekatan yang lebih teknokratis, dengan fokus pada kebijakan makroekonomi yang berorientasi pada stabilitas dan pertumbuhan jangka panjang.
Salah satu kebijakan yang paling berkesan adalah reformasi subsidi BBM, yang disertai dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi sosial untuk mengurangi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap masyarakat miskin.
SBY menyadari bahwa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan harus disertai dengan perlindungan sosial bagi rakyat yang paling rentan. Ini mencerminkan pendekatan politiknya yang lebih pragmatis dan berorientasi pada keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Upaya ini berhasil mengurangi dampak dari kebijakan ekonomi yang sangat kontroversial di mata publik dan menunjukkan kemampuannya dalam menavigasi ketegangan antara kepentingan ekonomi dan sosial.
Diplomasi dan Keamanan: Membawa Indonesia ke Panggung Dunia
Selain kebijakan domestik, kepemimpinan SBY juga dikenal dengan pendekatannya yang cermat di bidang diplomasi dan keamanan. Salah satu pencapaian diplomatik terbesar di era SBY adalah penyelesaian konflik di Aceh melalui Perjanjian Helsinki pada tahun 2005.
Pendekatan ini menandai pergeseran signifikan dari kebijakan militeristik ke dialog damai yang lebih inklusif. Dalam hal ini, SBY berhasil menuntaskan salah satu konflik terpanjang di Indonesia dengan pendekatan yang lebih humanistik, mengutamakan perdamaian dan rekonsiliasi sebagai kunci menuju stabilitas nasional.selanjutnya
Selain itu, kebijakan luar negeri SBY yang terkenal dengan slogan "seribu teman, nol musuh" juga mencerminkan sikap diplomatik yang lebih mengutamakan kerjasama dan keterbukaan. Di bawah kepemimpinan SBY, Indonesia memperkuat posisinya di panggung global dengan memperluas hubungan bilateral dan berperan aktif dalam organisasi internasional seperti ASEAN, APEC, dan PBB.
Tantangan dan Kritik: Sebuah Kepemimpinan yang Terbatas
Namun, meskipun SBY dianggap sebagai pemimpin yang bijak dan mampu menjaga stabilitas politik, kepemimpinannya tidak luput dari kritik. Salah satu kritik utama terhadap dirinya adalah gaya kepemimpinannya yang dianggap terlalu berhati-hati dan lamban dalam pengambilan keputusan.
Beberapa pihak merasa bahwa SBY kurang berani mengambil langkah tegas dalam menghadapi permasalahan besar yang memerlukan resolusi cepat. Selain itu, meskipun SBY memulai masa pemerintahannya dengan citra sebagai pemimpin yang antikorupsi, berbagai skandal korupsi besar muncul di era pemerintahannya.
Kasus-kasus seperti skandal Bank Century dan dugaan korupsi yang melibatkan beberapa pejabat tinggi pemerintahan, menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas kontrol internal dan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi. Ini menjadi celah dalam citra ideal yang dibangun oleh SBY di awal masa jabatannya.
Warisan Politik: Perubahan dalam Lanskap Demokrasi Indonesia
Secara keseluruhan, meskipun SBY menghadapi berbagai tantangan dalam kepemimpinannya, ia tetap berhasil meletakkan dasar penting dalam pembangunan demokrasi Indonesia. Dalam banyak hal, gaya kepemimpinannya yang mengutamakan stabilitas, kehati-hatian, dan keseimbangan antara kebijakan ekonomi dan sosial telah memberikan dampak yang signifikan dalam perkembangan politik Indonesia.
Ia juga berhasil membawa Indonesia ke panggung internasional dengan membangun hubungan yang lebih baik dengan negara-negara besar dan memperkuat posisi Indonesia dalam forum global. Warisan politik SBY, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, akan tetap menjadi referensi penting dalam memahami dinamika politik Indonesia di masa depan.
Dalam banyak aspek, kepemimpinan SBY menunjukkan pergeseran dari era otoritarianisme menuju demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Meskipun belum sepenuhnya berhasil dalam merombak oligarki politik dan birokrasi, SBY berhasil meletakkan fondasi bagi transisi Indonesia menuju negara demokratis yang lebih stabil.
Referensi
RI P. Susilo Bambang Yudhoyono. Kemenko Polkam R.I. Published August 22, 2000. Accessed May 11, 2025. https://polkam.go.id/susilo-bambang-yudhoyono/
Sahabat M. Dhafin Evan Setiawan
Ketua Umum PMII Rayon FISIP (Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), FIA (Fak. Ilmu Administrasi), dan Fak. Psikologi Komisariat Mahbub Djunaidi (Universitas Indonesia) Cabang Kota Depok
Editor: Sahabat Rakan Abdel Jabar
0 Komentar