Diskusi Publik ILMISPI Soroti Bahaya Asas Dominus Litis dalam RKUHP

Jakarta, 2 Mei 2025 — Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial dan Politik Se-Indonesia (ILMISPI) kembali menunjukkan komitmennya dalam mengawal isu-isu strategis nasional dengan menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Implementasi Asas Dominus Litis dalam RKUHP: Perspektif Politik Hukum dan Efektivitas Penegakan Hukum di Indonesia”. 

Acara ini dilaksanakan pada Jumat (2/5), bertempat di Syahida Inn, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai organisasi mahasiswa. Diskusi ini menghadirkan sejumlah pemantik dari latar belakang yang beragam, mulai dari pakar hukum, akademisi, hingga tokoh pergerakan mahasiswa. 

Fokus utama pembahasan adalah mengkritisi wacana pengesahan asas Dominus Litis dalam RKUHP yang tengah dibahas di parlemen. Para narasumber sepakat bahwa implementasi asas ini dapat membawa konsekuensi serius terhadap wajah sistem hukum nasional, khususnya dalam hal independensi lembaga dan potensi konsentrasi kekuasaan.

Dominus Litis Picu Kekuasaan Otoriter?

Gurun Arisastra Kartawinata, S.H., seorang pakar hukum yang menjadi pemantik utama, menegaskan bahwa asas Dominus Litis bisa menjadi pintu masuk menuju sistem hukum yang otoriter. Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa konsep ini memberi kewenangan absolut kepada kejaksaan dalam menentukan proses penuntutan dan kelanjutan perkara hukum.

“Asas ini bisa membuat kejaksaan menjadi satu-satunya institusi yang menentukan arah penegakan hukum, tanpa ruang kontrol dan koreksi dari lembaga lain. Dalam konteks negara demokratis, ini tentu sangat berbahaya,” ujarnya. Menurut Gurun, kemajuan hukum bukan hanya soal efektivitas, tetapi juga keadilan dan keterbukaan.

Ancaman Konflik dan Intervensi Politik

Robi Sugara, M.Sc., akademisi dari UIN Jakarta, turut menambahkan bahwa penerapan asas ini akan berisiko menimbulkan konflik horizontal antar lembaga penegak hukum. “Bayangkan jika KPK, kepolisian, dan kejaksaan tidak lagi bisa saling mengontrol dan saling mengoreksi. Ini berpotensi memicu tarik-menarik kepentingan yang berujung pada tumpang tindih kewenangan,” jelasnya.

Ia juga menyoroti potensi besar intervensi politik terhadap lembaga kejaksaan. “Kejaksaan adalah lembaga negara, dan dalam praktiknya tidak sepenuhnya steril dari pengaruh kekuasaan. Jika diberi kuasa tunggal, kita patut khawatir terhadap arah penegakan hukum ke depan,” tegasnya.

Masyarakat dan Mahasiswa sebagai Pengawas

Sementara itu, T.M. Farhan Al-Ghifari, Dewan Pembina ILMISPI, mengangkat persoalan lemahnya pengawasan internal terhadap lembaga kejaksaan. Ia membuka diskusi dengan pertanyaan tajam: “Siapkah kita jika satu institusi saja memegang kendali penuh atas proses hukum di negeri ini?”

Farhan menyoroti bahwa dalam kondisi sekarang saja, dengan sistem yang relatif terbuka, masih banyak ditemukan kasus penyalahgunaan wewenang oleh oknum kejaksaan. Oleh karena itu, menurutnya, pengesahan asas Dominus Litis tanpa disertai mekanisme pengawasan yang ketat justru akan memperburuk situasi.

“Kalau belum ada lembaga pengawas yang profesional dan independen, maka masyarakatlah yang harus mengambil peran sebagai pengawas. Mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil harus terus bersuara,” katanya.

Mahasiswa Harus Konsisten Mengawal Legislasi

Acara ditutup dengan seruan agar mahasiswa tidak hanya aktif dalam ruang akademik, tetapi juga terlibat langsung dalam proses pengawalan legislasi yang menyangkut kepentingan publik. ILMISPI menegaskan komitmennya untuk terus berada di garis depan dalam memperjuangkan sistem hukum yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat.

Sahabati Muthiah Zahra Saniyyah 

Kader PMII Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum Cabang Ciputat 

Editor: Sahabat Rakan Abdel Jabar 

Posting Komentar

0 Komentar