Diplomasi Kemanusiaan: Zakat Melewati Batas Negara

Pada medio 2025, dunia kembali diingatkan akan rapuhnya kemanusiaan melalui bencana gempa bumi besar yang melanda Myanmar. Ribuan warga kehilangan tempat tinggal, fasilitas umum lumpuh, dan kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, serta layanan kesehatan menjadi sangat mendesak. 

Di tengah situasi ini, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Indonesia tampil bukan hanya sebagai lembaga zakat nasional, tetapi juga sebagai aktor penting dalam diplomasi kemanusiaan internasional.

Diplomasi Kemanusiaan: Zakat yang Menembus Batas

Diplomasi kemanusiaan merujuk pada upaya memberikan bantuan, membangun jejaring, dan memperjuangkan akses kemanusiaan bagi mereka yang terdampak bencana, tanpa memandang perbedaan politik, suku, atau agama. Saat BAZNAS mengirimkan tim bantuan ke Myanmar, mereka tidak hanya membawa logistik, tetapi juga menyampaikan pesan solidaritas lintas batas.

BAZNAS menegaskan peran zakat sebagai instrumen yang melampaui sekat nasionalisme sempit. Bantuan yang dikirim—mulai dari tenda, paket makanan, obat-obatan, hingga layanan kesehatan darurat—merupakan manifestasi nyata ajaran Islam tentang ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan).

Sinergi dengan Pemerintah dan Lembaga Global

Diplomasi kemanusiaan BAZNAS di Myanmar tidak dilakukan secara eksklusif. BAZNAS bersinergi dengan Kementerian Luar Negeri RI, organisasi kemanusiaan global seperti OCHA PBB, serta lembaga zakat internasional lainnya. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi penerima bantuan dunia, tetapi juga aktif sebagai donor kemanusiaan global.

Sinergi ini penting untuk memastikan bahwa bantuan yang disalurkan tidak terjebak dalam dinamika politik domestik Myanmar yang kompleks. Dengan mengutamakan koordinasi multilateral, BAZNAS menjaga prinsip netralitas dan memprioritaskan akses langsung kepada korban yang membutuhkan.

Penguatan Branding Zakat Indonesia

Diplomasi ini memiliki dimensi strategis lain: penguatan citra zakat Indonesia di mata dunia. BAZNAS membuktikan bahwa zakat bukan sekadar instrumen domestik untuk mengurangi kemiskinan, melainkan juga alat diplomasi lunak (soft diplomacy) yang mempertegas posisi Indonesia sebagai bangsa besar, berperadaban luhur, dan peduli sesama.

Respon cepat, profesionalisme tim di lapangan, serta akuntabilitas dalam pelaporan bantuan memperlihatkan wajah zakat yang modern, transparan, dan global. Hal ini semakin meneguhkan kepercayaan publik, baik nasional maupun internasional, terhadap potensi zakat sebagai kekuatan peradaban.

Refleksi: Diplomasi Kemanusiaan Sebagai Amanat Umat

Gempa di Myanmar menjadi cermin bahwa batas geografis tidak membatasi amanat kemanusiaan. Apa yang dilakukan BAZNAS bukan sekadar mengirimkan bantuan, melainkan membangun jembatan kemanusiaan yang lebih luas—mempertegas nilai bahwa umat Islam, dan bangsa Indonesia, hadir untuk siapa pun yang membutuhkan, tanpa syarat.

Ke depan, model diplomasi kemanusiaan berbasis zakat ini perlu terus diperkuat: melalui perluasan jejaring, peningkatan kapasitas respons bencana, serta pembangunan literasi publik bahwa setiap zakat yang dibayarkan bukan hanya bermanfaat bagi sekitar kita, melainkan juga menjadi secercah harapan bagi dunia.

Diplomasi kemanusiaan BAZNAS di Myanmar menjadi bukti nyata bahwa zakat, ketika dikelola dengan visi besar, mampu menjadi jembatan peradaban, mempererat solidaritas umat, serta menunjukkan bahwa Islam—melalui zakatnya—membawa rahmat bagi seluruh alam.

Sahabat Marie Muhammad Wildan

Kader PMII Komisariat Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Cabang Ciputat

Editor: Sahabat Rakan Abdel Jabar

Posting Komentar

0 Komentar