Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bukan hanya wadah perjuangan intelektual dan ideologis, tetapi juga ruang emansipasi bagi perempuan untuk membangun citra diri yang kuat, progresif, dan berdaya saing. Dalam dinamika organisasi yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama ini, perempuan tidak hanya menjadi pelengkap, tetapi juga aktor penting dalam narasi perubahan sosial, keumatan, dan kebangsaan.
Citra diri perempuan dalam bingkai PMII dibentuk melalui proses panjang pendidikan kaderisasi, pengalaman organisasi, serta penanaman nilai-nilai Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah) yang moderat dan inklusif. Di dalamnya, perempuan diajak untuk berpikir kritis, bergerak solutif, dan tampil percaya diri di ruang-ruang publik tanpa kehilangan identitas keislaman dan keindonesiaannya.
Bagi kader perempuan di organisasi seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), semangat Nahdlatun Nisa menjadi penting untuk diinternalisasi. Ia adalah bahan bakar ideologis dan spiritual untuk terus belajar, bergerak, dan memimpin. Dalam setiap forum diskusi, ruang advokasi, hingga panggung orasi, perempuan PMII harus tampil dengan percaya diri, membawa pesan-pesan perubahan yang berpihak pada kemanusiaan dan keadilan.
Sahabati Wulan Sari Ariyatus Solikhah (Ketua PB KOPRI) sebagai representasi perempuan PMII mengatakan kepercayaan diri masih menjadi tantangan besar dalam menumbuhkan semangat pergerakan dalam setiap diri kader KOPRI, Ia berpesan dalam sambutannya pada Pelantikan Pengurus Cabang Ciputat pada tanggal 18 Mei 2025 di Aula Syahida Inn Ciputat mengenai betapa ketika pentingnya untuk menumbuhkan rasa confidence (kepercayaan diri) bagi setiap kader KOPRI di seluruh penjuru negeri.
Perempuan PMII tidak dilihat hanya dari aspek biologis semata, melainkan dari integritas, kapasitas, dan kontribusinya dalam mewarnai gerak organisasi. Mereka adalah ketua komisariat, penulis tajam dalam buletin kader, fasilitator pelatihan, hingga orator dalam forum-forum strategis. Perempuan PMII melawan stigma pasif dan membangun narasi bahwa mereka adalah pemimpin masa depan yang siap bersaing secara sehat dan adil dengan siapa pun, termasuk laki-laki.
Namun, perjuangan membentuk citra diri yang merdeka dan bermartabat bukan tanpa tantangan. Budaya patriarki, standar ganda, hingga objektifikasi perempuan masih menjadi tembok besar yang harus dirobohkan. Di sinilah PMII menjadi oase: menyediakan ruang aman untuk tumbuh, belajar, dan berjuang tanpa diskriminasi gender.
Melalui diskusi, advokasi, dan gerakan kultural, perempuan PMII terus mendobrak sekat-sekat struktural yang menghalangi aktualisasi dirinya. Mereka belajar bahwa menjadi perempuan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan: kekuatan untuk merawat, mendidik, dan memimpin. PMII memberi panggung, dan perempuan mengambil mikrofon untuk menyuarakan keadilan, kesetaraan, dan keberdayaan.
Sebagai bagian dari generasi muda Islam progresif, citra diri perempuan dalam PMII adalah refleksi dari semangat keislaman yang berpihak pada kemanusiaan dan keadilan sosial. Mereka adalah wujud nyata dari perempuan muslimah intelektual yang terus berproses, tumbuh, dan memberi dampak. Dengan semangat hablum minannas dan hablum minallah, perempuan dalam PMII tidak hanya hadir untuk mengikuti arus, tetapi menjadi arus perubahan itu sendiri
Referensi
Buku Histiografi KOPRI Telaah Genealogi PMII-NU oleh Ai Rahmayanti
Artikel https://www.nu.or.id/fragmen/56-tahun-kopri-pmii-latar-pendirian-dan-gerakannya-untuk-pemberdayaan-perempuan-KMuYE
Sahabati Latifah Zahra
Kader PMII Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum Cabang Ciputat
Editor: Sahabat Rakan Abdel Jabar
0 Komentar