Menurut pandangan Syi’ah, terdapat kesamaan dengan Sunni dalam hal menjadikan hadis sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Namun, perbedaan muncul dalam definisi hadis itu sendiri. Bagi kalangan Syi’ah, hadis mencakup segala sesuatu yang dinisbatkan kepada sosok ma’shum, baik itu Nabi Muhammad saw maupun para Imam Dua Belas.
Dalam sudut pandang Syi’ah, berdasarkan argumen yang mereka anggap kuat, setiap perkataan dari Imam ma’shum Ahlul Bait memiliki kedudukan yang setara dengan sabda Rasulullah saw., sehingga harus dijadikan sebagai hujjah atau landasan hukum yang wajib diikuti.
Oleh karena itu, hadis-hadis yang mereka terima adalah yang diriwayatkan oleh figur-figur seperti Ali, Hasan, Husain, serta para Imam dari kalangan mereka. Sebaliknya, mereka menolak hadis-hadis yang bersumber dari sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Usman, serta dari kalangan sahabat yang berasal dari Bani Umayyah.
Kriteria dan Kategori Keabsahan Hadis dalam Tradisi Syi’ah
Dalam mazhab Syi’ah, seluruh ajaran dan pemikiran keagamaannya berakar pada konsep imamah, yaitu keyakinan bahwa kepemimpinan umat Islam pasca Nabi Muhammad saw. berada pada imam-imam maksum dari Ahlul Bait. Konsep ini menjadi dasar utama dalam memahami ajaran Islam, termasuk dalam hal menerima dan menafsirkan hadis. Berikut ini klasifikasi hadis menurut perspektif Syi’ah.
- Hadis Sahih dalam pandangan Syi’ah adalah hadis yang sanadnya tersambung secara utuh hingga kepada imam yang ma’shum, dengan seluruh perawinya dikenal memiliki sifat adil dan dapat dipercaya di setiap tingkat sanad, serta jumlah perawinya pun cukup banyak. Dengan kata lain, hadis sahih menurut mereka adalah hadis yang ditransmisikan melalui jalur yang kuat dan terpercaya dari kalangan imam-imam ma’shum mereka.
- Hadis Hasan menurut mazhab Syi’ah ialah hadis yang juga memiliki sanad bersambung hingga imam ma’shum, diriwayatkan oleh perawi-perawi yang adil, meskipun sifat keadilan tersebut hanya ditemukan pada sebagian tingkatan sanad, tidak sepenuhnya merata di seluruh perawi.
- Hadis Muwatsaq, yaitu hadis yang sanadnya mengarah pada imam ma’shum dan diriwayatkan oleh individu yang dinilai tsiqah (terpercaya) oleh kalangan Syi’ah Imamiyah, namun memiliki kerusakan dalam hal akidah. Perawi tersebut bisa jadi berasal dari kelompok yang berbeda pemahaman dengan Imamiyah, walaupun secara umum masih dianggap bagian dari komunitas Syi’ah. Dalam sanad ini, sebagian perawi lain bisa termasuk dalam kategori perawi sahih.
- Hadis Dha’if dalam perspektif Syi’ah adalah hadis yang tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria yang telah disebutkan sebelumnya. Contohnya, dalam sanadnya terdapat perawi yang dianggap cacat karena kefasikannya, tidak diketahui keadaannya secara jelas, atau bahkan termasuk orang yang diketahui sebagai pemalsu hadis.
Telaah Kitab-Kitab Kompilasi Hadis dalam Tradisi Syi’ah
Di kalangan syiah terdapat empat kitab hadits yang dianggap paling shahih, yang dikenal dengan al-Kutubu al-Arb’ah yaitu: Al-Kafi, Man la Yahdurhu al-faqih, Tahdzib al-Ahkam dan al-Istibshar.
- Al-Kafi, karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini, merupakan salah satu kitab utama dalam mazhab Syi’ah. Kitab ini tidak hanya mencakup hadis-hadis fiqh, tetapi juga membahas akidah ushul dan furu, serta sejarah para ma’shumin (orang-orang maksum) menurut pandangan Syi’ah, termasuk empat belas orang suci. Penyusunan Al-Kafi memakan waktu 30 tahun dan melibatkan perjalanan panjang, disusun dengan cara yang sistematis oleh seorang ahli yang dihormati karena ilmu dan ketakwaannya. Kitab ini terdiri dari delapan juz, yang terbagi dalam tiga bagian utama: Ushul al-Kafi yang membahas akidah, Furu’ al-Kafi yang mengulas fiqh, dan Raudhah al-Kafi yang berisi khutbah-khutbah Ahlul Bait, surat-surat para imam, serta ajaran akhlak. Al-Kafi dihargai oleh ulama Syi’ah sebagai sumber yang komprehensif dalam memahami ajaran Islam yang diterima dari Ahlul Bait. Ulama-ulama Syi’ah seperti Abdul Husain al-Muzhaffar, Abdul Husain Syarafuddin, Imam ath-Thabrusi, dan Agha Bazrak ath-Thahrani memuji Al-Kafi sebagai kitab terbaik di antara empat kitab induk Syi’ah. Mereka menganggap Al-Kafi sebagai kitab yang paling utama dan terpercaya, yang berisi hadis-hadis yang sahih dan memberikan kedalaman pemahaman yang luas bagi umat Syi’ah.
- Man la Yahdurhu al-faqih, Kitab Man la Yahdhurhu al-Faqih ditulis oleh Syekh Abu Ja’far Muhammad Ibn Ali Babuwaih al-Qummy, yang lebih dikenal dengan julukan Syekh ash-Shaduq atau “maha guru yang jujur”. Kitab ini berfokus pada hadis-hadis mengenai hukum Islam dan mencakup 9044 hadis, di mana 2050 di antaranya adalah hadis mursal (terputus sanadnya), sementara sisanya merupakan hadis musnad yang sanadnya terhubung menurut pandangan Syi’ah.
- Tahdzib al-Ahkam dan Al-Istibshar, Kitab Tahdzib al-Ahkam ditulis oleh Syekh Abu Ja'far Muhammad ibnu Hasan ath-Thusi, yang lebih dikenal dengan nama ath-Thusi. Tahdzib mencakup 13.590 hadis, sementara al-Istibshar berisi 5.511 hadis. Selain hadis-hadis yang diriwayatkan langsung oleh Syekh al-Thusi, beberapa di antaranya merupakan salinan dari hadis-hadis yang ada dalam al-Ushul al-Arba’ah dan kitab-kitab hadis lainnya. Tahdzib al-Ahkam, yang nama lengkapnya Tahżibal-Aḥkām fī Syarḥal-Muqni‘ah, pada awalnya merupakan komentar terhadap kitab al-Muqni‘ah karya gurunya, al-Mufīd. Meskipun al-Muqni‘ah sudah cukup komprehensif dalam menjelaskan hukum-hukum syariah, al-Thusi merasa perlu memberikan penjelasan tambahan agar kitab ini lebih mudah dipahami, terutama oleh orang awam yang ingin mencari hukum fikih berdasarkan hadis. Al-Istibshar adalah karya keempat dan terakhir dari rangkaian kitab hadis utama dalam Islam Syi’ah. Kitab ini mencakup topik yang sama dengan Tahdzib al-Ahkam, namun disajikan lebih ringkas untuk mereka yang mencari rangkuman dari Tahdzib al-Ahkam. Pada bagian akhir kitab ini, al-Thusi menjelaskan perbedaan karakteristik antara kedua kitabnya, Tahdzib al-Ahkam dan al-Istibshar. Al-Istibshar ditulis empat tahun setelah wafatnya gurunya, Syaikh al-Saduq.
Kitab-kitab hadis yang termasuk dalam al-Kutubu al-Arb'ah memiliki peran sentral dalam tradisi keilmuan Syi’ah. Masing-masing kitab memberikan kontribusi yang signifikan dalam penyebaran dan pengembangan pemahaman hukum, akidah, dan ajaran-ajaran Syi’ah.
Melalui penyusunan yang sistematis dan perhatian mendalam terhadap sanad dan kualitas hadis, kitab-kitab ini menjadi sumber otoritatif bagi umat Syi’ah dalam memahami syariah Islam sesuai dengan pandangan Ahlul Bait. Pujian yang diberikan oleh para ulama terhadap kitab-kitab ini mencerminkan pentingnya karya-karya tersebut dalam menjaga kelestarian ajaran Islam yang murni dan benar.
Sahabati Zoha Ulya Millatina
Kader PMII Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum Cabang Ciputat
Editor: Sahabati Fauziah Nur Hasanah
0 Komentar