Diskusi Buku “Arah Baru Studi Ulum Al-Qur’an” Kupas Kerangka Baru Nalar Tafsir Kekinian

Tangerang Selatan, 24 April 2025 — Dua komunitas intelektual muda, Jarak Pena dan Komunitas Pojok Kelas, menggelar sebuah diskusi resensi buku bertajuk “Arah Baru Studi Ulum Al-Qur’an: Memburu Pesan Tuhan di Balik Fenomena Budaya” karya Dr. Aksin Wijaya. 

Acara yang mengusung tema “Model Pemikiran, Kerangka Baru, dan Urutan Logis Nalar Ulumul Quran” ini berlangsung di Kafe Afkar, Cireundeu, Ciputat Timur, pada Kamis siang (24/4).

Diskusi yang berlangsung hangat ini dipantik oleh Yazid Bustomi, yang membuka jalannya diskusi dengan pengantar tentang pentingnya pendekatan hermeneutika dalam memahami Alquran. 

Yazid menekankan bahwa Dr. Aksin memandang Alquran bukan hanya sebagai Kalam Allah, tetapi juga Kalam Rasul, sehingga perlu ditafsirkan melalui pendekatan yang bersifat interpretatif dan kontekstual.

Dalam resensinya, Yazid menguraikan bagaimana Aksin mengusulkan pendekatan sastra sebagai metode membaca Alquran, yang kemudian dianalisis menggunakan perangkat hermeneutika modern, khususnya metode Amin al-Khuli. 

Metode ini menekankan pentingnya memahami konteks eksternal (ma haula al-Qur’an) seperti asbabun nuzul dan makkiyah-madaniyah, serta konteks internal (ma fi al-Qur’an) seperti kosa kata, munasabah ayat, dan tata bahasa.

Diskusi ini juga menyoroti kritik Aksin terhadap model nalar pembukuan dalam studi ulum al-Qur’an yang dianggap tidak lagi relevan karena bersifat repetitif dan ahistoris. Ia menilai bahwa ulum al-Qur’an selama ini hanya berfungsi sebagai katalog historis yang kurang mampu menjawab tantangan kontemporer.

Sebagai solusinya, Dr. Aksin menawarkan kerangka baru yang lebih dialektis dan sistematis dengan menggabungkan pendekatan sosiologi ala Ibn Khaldun dan linguistik struktural. Pendekatan ini bertujuan menempatkan Alquran dalam konteks realitas sosial dan proses komunikasi ilahi

Dengan sosiologi, Alquran diposisikan sebagai teks yang berdialektika dengan masyarakat, sementara linguistik membantu menelaah perbedaan antara wahyu, Alquran, dan Mushaf Usmani.

Hermeneutika dalam konteks ini dipandang penting untuk menyingkap pesan Tuhan sekaligus membedakannya dari pesan budaya Arab sebagai pemilik bahasa. Dengan begitu, Alquran tidak hanya dipahami dalam ruang historis, tetapi juga dapat dikontekstualkan dalam kehidupan umat Islam masa kini.

Diskusi ditutup dengan refleksi peserta bahwa studi ulum al-Qur’an harus terus bergerak dan membuka diri terhadap pendekatan-pendekatan baru demi menjawab kebutuhan zaman. Acara ini menjadi bukti bahwa diskursus keilmuan Alquran masih terus hidup dan berkembang di kalangan pemuda Islam.

Sahabati Nursilviani Putri Azhara 

Kader PMII Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum Cabang Ciputat 

Editor: Sahabati Fauziah Nur Hasanah 

Posting Komentar

0 Komentar