Cinta Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka yang Terkubur di Perang Bubat

Kisah cinta antara Raja Majapahit, Hayam Wuruk dan Putri Kerajaan Galuh (Sunda), Dyah Pitaloka menjadi legenda tragis yang membekas dalam sejarah Nusantara. Tragedi ini berujung pada Perang Bubat yang tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menyisakan luka politik dan budaya, bahkan memunculkan mitos larangan pernikahan antara orang Jawa dan Sunda yang bertahan hingga kini.

Hayam Wuruk dan Masa Kejayaan Majapahit

Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389 M. Ia naik takhta pada usia 17 tahun, menggantikan ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Dalam masa pemerintahannya, Hayam Wuruk membawa Majapahit ke puncak kejayaan bersama Mahapatih (perdana mentri) Gajah Mada. Sepak terjangnya tercatat dalam kitab Desawarnana yang dibuat untuk menghormatinya.

Rencana Pernikahan dengan Dyah Pitaloka

Pada tahun 1351, Hayam Wuruk berniat menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Raja Sunda, Sri Baduga Maharaja. Pernikahan ini dirancang sebagai upaya mempererat hubungan antara dua kerajaan besar, Majapahit dan Galuh (Sunda). Pihak Kerajaan Galuh menyetujui pernikahan ini dengan syarat bahwa Majapahit tidak mencampuri kedaulatan mereka sebagai kerajaan merdeka.

Kesalahpahaman yang Memicu Tragedi

Ketika rombongan Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk mengantarkan Dyah Pitaloka, terjadilah kesalahpahaman yang fatal. Mahapatih Gajah Mada menginginkan agar pernikahan itu tidak dilakukan dengan tata upacara kerajaan yang setara, tetapi sebagai bentuk persembahan dari Kerajaan Sunda kepada Majapahit. 

Ia ingin menunjukkan bahwa Majapahit adalah satu-satunya kerajaan besar di Nusantara dan menganggap pernikahan itu sebagai simbol penaklukan politik. Sikap ini ditolak keras oleh Raja Sunda dan para pengikutnya. Mereka menganggap putrinya datang sebagai calon istri raja, bukan sebagai tanda tunduk. Ketegangan ini memuncak dalam pertempuran di daerah Bubat, yang kini dikenal sebagai Perang Bubat pada tahun 1357 M.

Tragedi di Bubat

Pasukan Sunda yang datang tanpa persiapan perang akhirnya kalah dalam pertempuran. Raja Sri Baduga Maharaja dan sebagian besar pengiringnya tewas. Dyah Pitaloka sendiri, sebagai bentuk kesetiaan dan kehormatan keluarga kerajaan memilih untuk bunuh diri di tempat kejadian. Peristiwa ini tercatat dalam prasasti Batutulis serta dikisahkan dalam Kidung Sundayana dan Kitab Pararaton.

Dampak Politik dan Budaya

Tragedi ini menghancurkan hubungan diplomatik antara Majapahit dan Sunda. Hayam Wuruk pun gagal menikahi Dyah Pitaloka, dikabarkan pula ia mengalami kesedihan mendalam atas tragedi tersebut. Beberapa tahun kemudian, wilayah Galuh berada di bawah kendali Majapahit.

Ensiklopedi Indonesia mencatat bahwa Perang Bubat terjadi akibat salah paham antara Gajah Mada yang mewakili Majapahit dan panglima Sunda, Ane Palaken. Tragedi ini menegaskan ketegangan antara dua kerajaan besar dan menjadi catatan kelam dalam sejarah Nusantara.

Jejak Leluhur dan Garis Keturunan

Menariknya, Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka sebenarnya masih memiliki hubungan darah. Raden Wijaya, leluhur Hayam Wuruk, merupakan keturunan dari Kerajaan Sunda. Ia adalah putra Rakyan Jayadarma (putra mahkota Kerajaan Pakuan dari Prabu Guru Darmasiksa) yang menikah dengan Dyah Lembu Tal, keturunan Ken Arok. Karena hubungan ini, Gajah Mada sempat memperingatkan bahwa pernikahan tersebut mungkin tidak sesuai dengan garis keturunan politik Majapahit.

Akhir Hayat Hayam Wuruk dan Warisan Sejarah

Setelah kegagalan menikahi Dyah Pitaloka, Hayam Wuruk kemudian menikahi Sri Sudewi, putri Wijayarajasa Bhre Wengker. Dari pernikahan ini, lahirlah Kusumawardhani. Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389 M dan meninggalkan dua anak: Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana (yang kemudian menggantikan takhta) dan Wirabhumi dari seorang selir.

Meskipun cintanya kandas di tengah konflik politik dan ambisi kekuasaan, kisah Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka tetap hidup sebagai simbol dari cinta yang tak sampai dan tragisnya pertarungan harga diri antarbangsa di masa lalu.

Referensi

Azmi, Syaiful. Bubat: Sisi Gelap Hubungan Kerajaan Majapahit Hindu dengan Kerajaan Sunda. Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurnal Ilmiah (diakses melalui file PDF: 15187-44445-1-PB.pdf).

Sindonews. (2024). Kisah Cinta Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka, Mitos Larangan Pernikahan Jawa dan Sunda. Diakses dari https://daerah.sindonews.com/read/1459949/29/kisah-cinta-hayam-wuruk-dan-dyah-pitaloka-mitos-larangan-pernikahan-jawa-dan-sunda-1726960190/10

Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi.

Sahabat Yayan Hidayat

Kader PMII Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum Cabang Ciputat 

Editor: Sahabati Lia Lutfiani 

Posting Komentar

0 Komentar