Mengenal Ahlussunnah wal Jama'ah dan Nahdlatul Ulama

Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Aswaja) merupakan paham keagamaan yang menjadi pedoman mayoritas umat Islam di dunia, termasuk di Indonesia. KH Bisri Musthofa mendefinisikan Aswaja sebagai pemahaman Islam yang mengikuti pola madzhab fikih empat, yaitu Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan Imam Maliki. Dalam bidang akidah, Aswaja berpegang pada pemikiran Imam Al-Asy'ari dan Imam Al-Maturidi, sementara dalam bidang tasawuf mengikuti ajaran Al-Junaid Al-Baghdadi dan Al-Ghazali.  

Pendekatan ini menjadikan Aswaja sebagai paham Islam yang moderat, menjaga keseimbangan antara teks dan konteks dalam menjalankan ajaran agama. KH Dawam Anwar bahkan menyebut Aswaja sebagai Islam itu sendiri, sehingga jika ada yang menganggap Aswaja tidak akomodatif, maka sama saja dengan menuduh Islam tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa Aswaja memiliki fleksibilitas dalam menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar Islam.  

Mengenal Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berlandaskan pada paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Nama Nahdlatul Ulama berasal dari bahasa Arab, di mana nahdlatul berarti kebangkitan atau pergerakan, dan ulama berarti para cendekiawan Islam. Organisasi ini lahir pada 31 Januari 1926 sebagai perwakilan ulama tradisionalis yang tetap berpegang pada ajaran Aswaja.  

Lambang NU sendiri dirancang oleh KH Ridwan Abdullah setelah melakukan kontemplasi dan doa istikharah. Lambang tersebut mencerminkan visi dan misi NU sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang berkomitmen pada Islam yang moderat, toleran, serta berorientasi pada kesejahteraan umat.  

Hubungan NU dan Aswaja

NU didirikan sebagai jam'iyah diniyah al-ijtima'iyyah, yaitu organisasi yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Sebagai organisasi yang menjunjung tinggi ajaran Aswaja, NU menjadi wadah perjuangan ulama dalam membimbing umat Islam agar tetap berada dalam koridor ajaran Islam yang seimbang, tidak ekstrem ke kiri maupun ke kanan.  

Dalam praktiknya, NU selalu mengedepankan nilai-nilai Aswaja yang bersifat tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan i'tidal (tegak lurus). Keempat nilai ini menjadikan NU sebagai organisasi yang mampu menjembatani berbagai perbedaan di tengah masyarakat dan tetap relevan dengan tantangan zaman.  

Menerapkan Nilai Aswaja dalam Kehidupan Sehari-Hari

Salah satu aspek penting dalam ajaran NU yang mendapat apresiasi luas adalah penekanan pada akhlakul karimah (akhlak mulia). KH Said Aqil Siradj merumuskan akhlak dalam tiga aspek utama yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu husnul mu’asyarah, husnul mu’amalah, dan husnul musyarakah.  

Husnul mu’asyarah berarti membangun kebersamaan dan hubungan yang baik antar sesama. Seorang ayah harus berbuat baik kepada anaknya, begitu juga sebaliknya. Orang kaya harus peduli terhadap orang miskin, dan sebaliknya orang miskin tidak boleh merasa iri atau dengki terhadap orang kaya. Jika prinsip kebersamaan ini diterapkan dalam kehidupan sosial, maka berbagai permasalahan seperti kesenjangan sosial dan konflik antarindividu dapat diminimalisir.  

Selain itu, husnul mu’amalah menekankan pentingnya interaksi dan transaksi yang baik serta jujur. Dalam kehidupan bermasyarakat, kejujuran dan saling percaya menjadi fondasi utama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia bisnis, perdagangan, maupun pekerjaan. Ketika nilai-nilai ini diterapkan, berbagai persoalan seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan ketidakadilan ekonomi dapat dicegah, sehingga tercipta kehidupan sosial yang lebih harmonis.  

Selanjutnya, husnul musyarakah mengajarkan pentingnya pembagian yang adil dalam kehidupan. Setiap orang berhak mendapatkan haknya sesuai dengan porsi yang semestinya. Tidak boleh ada bentuk kezaliman atau ketidakadilan dalam pembagian hak, baik dalam konteks ekonomi, sosial, maupun politik. Dengan menerapkan prinsip ini, kehidupan yang berkeadilan dapat terwujud, di mana setiap individu memperoleh haknya tanpa adanya diskriminasi atau eksploitasi.  

Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Aswaja dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam dapat menjalankan ajaran agama secara seimbang, serta berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. NU sebagai organisasi yang berlandaskan nilai-nilai Aswaja terus berperan dalam membimbing umat agar tetap berada dalam jalur moderasi Islam yang damai dan inklusif.

Sahabat Akyas Izhdhihari Ahmad 

Kader PMII Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Cabang Ciputat

Editor: Sahabat Rakan Abdel Jabar 

Posting Komentar

0 Komentar