Penaku tak pernah ragu saat menyuratimu rindu, sebab segalamu adalah puisi bagiku.
Namun, apakah pantas namamu tetap kusuratkan dalam puisiku yang rendahan?
Biar, sekarang namamu tereja pada kata yang hilang.
Terbaca pada larik senyap mengenang
Sebab ada kalanya rindu beriman pada kesunyian
Yang terdiam, terdalam iman.
Yang terbisu, terbesar rindu.
Apalagi jika kubiarkan segala kerinduanku diteriakan
Oleh riak-riak burung gagak yang terbang di antara cahaya bulan
Tak ayalnya aku memanggil bulan itu untuk datang ke pangkuan
Gagak-gagaku mati serak
Sebab sang bulan tak kunjung bergerak.
- Sahabati Dahliasun
Kader PMII Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum Cabang Ciputat
Editor: Sahabati Fitri Yanti
0 Komentar